Sabtu, 27 Agustus 2016

Macam-macam jenis asma

Macam-macam jenis asma menurut Global Initiative for Asthma (2016)

Gejala yang ditimbulkan karena asma umumnya berupa rasa sesak, mengi, rasa tertekan di dada yang terkadang nyeri, serta batuk. Gejala ini dapat bervariasi sepanjang waktu dan internsitasnyapun dapat berubah-ubah.
Pustaka rujukan di tingkat internasional untuk pengobatan asma ada beberapa, namun yang akan qta bahas kali ini adalah dari GINA (Global Intiative for Asthma) yang terbit sekitar 1-2 tahun.
Menurut GINA (2016) Asma merupakan heterogeneous disease, yang artinya dapat dialami oleh semua lapoisan masyarakat baik segi usia mingga sosial ekonomi. Selain itu, asma juga diangga sebagai penyakit yang memiliki banyak penyebab.


Gejala asma berkaitan dengan keterbatasan aliran udara yang disebabkan bronkokonstriksi di bronkiolus, yang juga sering disertai dengan inflamasi (peradangan) berupa penebalan dinding saluran pernafasan dan peningkatan mukus.
Gejala sesak tidak selalu hanya dialami oleh pasien asma lo..pasien tanpa asma juga dapat mengalaminya. Hanya saja penyebab dan intensitas gejalanya berbeda.


Asma yang merupakan penyakit heterogeneous (heterogeneous disease) dengan berbagai macam proses penyebab (etiologi). Oleh karena itu dikenal jenis-jenis asma dengan istilah asthma phenotypes.



Apa saja asthma phenothypes?
1. Asma alergi
Asma alergi merupakan fenotipe asma yang paling mudah dikenali dan banyak dialami oleh pasien asma. Asma alergi sering dimulai pada usia masa kanak-kanak dan terkait dengan riwayat penyakit keluarga seperti, penyakit alergi seperti eksim, rhinitis alergi, atau alergi makanan atau alergi obat.
Pada hasil pemeriksaan sputum pasien sebelum pengobatan, pada sat mengalami inflamasi saluran pernafasan sering ditemukan eosinofil sebagai mediator inflamasi. Pasien dengan fenotipe asma ini biasanya merespon dengan baik pengobatan kortikosterioid inhalasi (Inhaled Corticosteroids/ ICS) seperti budesonide, flutikason, dll.

2. Asma non-alergi
Beberapa orang dewasa memiliki asma yang tidak terkait dengan alergi (asma non-alergi). Pada asma jenis ini berbeda dengan sebelumnya karena penyebab munculnya asma juga bukan disebabkan oleh alergi.
Pemeriksaan dari dahak pasien ini mungkin hanya berisi neutrofil, eosinofil atau beberapa sel-sel inflamasi. Pasien dengan asma non-alergi sering kurang merespon pengobatan menggunakan ICS.

3. Asma onset lambat
Asma onsel lambat berbeda dengan asma alergi yang dialami pada usia kanak-kanak, pada asma onset lambat justru mulai dialami saat usia dewasa (umumnya perempuan lebih berisiko). Asma jenis ini cenderung non-alergi. Selain itu, asma jenis ini mirip dengan asma non-alergi yaitu ringkali memerlukan dosis yang lebih tinggi dari ICS atau relatif refrakter terhadap pengobatan.

4. Asma dengan keterbatasan aliran pernafasan yang menetap


Asma umumnya bersifat reversibel, artinya setelah gejala perburukan asma muncul dan diberi pengobatan yang sesuai maka kondisi fungsi paru pasien dapat kembali sama seperti orang non-asma. Namun pada beberapa pasien asma memiliki keterbatasan aliran aliran pernafasan yang bersifat menetap, yaitu ireversibel, artinya peradangan akan menyebabkan kerusakan sel yang menyebabkan fungsi paru menurun secara permanen.

5. Asma dengan obesitas
Semakin seseorang pasien asma memiliki berat badan yang berlebih maka menyebabkan main rentannya ia terhadap perburukan gejala asma. Hal ini kemungkinan disebabkan peningkatan peradangan dari eosinofil di saluran pernafasan. Cara mengatasi? HARUS diet :) 

Macam-macam jenis asma

Macam-macam jenis asma menurut Global Initiative for Asthma (2016)

Gejala yang ditimbulkan karena asma umumnya berupa rasa sesak, mengi, rasa tertekan di dada yang terkadang nyeri, serta batuk. Gejala ini dapat bervariasi sepanjang waktu dan internsitasnyapun dapat berubah-ubah.
Pustaka rujukan di tingkat internasional untuk pengobatan asma ada beberapa, namun yang akan qta bahas kali ini adalah dari GINA (Global Intiative for Asthma) yang terbit sekitar 1-2 tahun.
Menurut GINA (2016) Asma merupakan heterogeneous disease, yang artinya dapat dialami oleh semua lapoisan masyarakat baik segi usia mingga sosial ekonomi. Selain itu, asma juga diangga sebagai penyakit yang memiliki banyak penyebab.


Gejala asma berkaitan dengan keterbatasan aliran udara yang disebabkan bronkokonstriksi di bronkiolus, yang juga sering disertai dengan inflamasi (peradangan) berupa penebalan dinding saluran pernafasan dan peningkatan mukus.
Gejala sesak tidak selalu hanya dialami oleh pasien asma lo..pasien tanpa asma juga dapat mengalaminya. Hanya saja penyebab dan intensitas gejalanya berbeda.


Asma yang merupakan penyakit heterogeneous (heterogeneous disease) dengan berbagai macam proses penyebab (etiologi). Oleh karena itu dikenal jenis-jenis asma dengan istilah asthma phenotypes.


Apa saja asthma phenothypes?
1. Asma alergi
Asma alergi merupakan fenotipe asma yang paling mudah dikenali dan banyak dialami oleh pasien asma. Asma alergi sering dimulai pada usia masa kanak-kanak dan terkait dengan riwayat penyakit keluarga seperti, penyakit alergi seperti eksim, rhinitis alergi, atau alergi makanan atau alergi obat.
Pada hasil pemeriksaan sputum pasien sebelum pengobatan, pada sat mengalami inflamasi saluran pernafasan sering ditemukan eosinofil sebagai mediator inflamasi. Pasien dengan fenotipe asma ini biasanya merespon dengan baik pengobatan kortikosterioid inhalasi (Inhaled Corticosteroids/ ICS) seperti budesonide, flutikason, dll.

2. Asma non-alergi
Beberapa orang dewasa memiliki asma yang tidak terkait dengan alergi (asma non-alergi). Pada asma jenis ini berbeda dengan sebelumnya karena penyebab munculnya asma juga bukan disebabkan oleh alergi.
Pemeriksaan dari dahak pasien ini mungkin hanya berisi neutrofil, eosinofil atau beberapa sel-sel inflamasi. Pasien dengan asma non-alergi sering kurang merespon pengobatan menggunakan ICS.

3. Asma onset lambat
Asma onsel lambat berbeda dengan asma alergi yang dialami pada usia kanak-kanak, pada asma onset lambat justru mulai dialami saat usia dewasa (umumnya perempuan lebih berisiko). Asma jenis ini cenderung non-alergi. Selain itu, asma jenis ini mirip dengan asma non-alergi yaitu ringkali memerlukan dosis yang lebih tinggi dari ICS atau relatif refrakter terhadap pengobatan.

4. Asma dengan keterbatasan aliran pernafasan yang menetap

Asma umumnya bersifat reversibel, artinya setelah gejala perburukan asma muncul dan diberi pengobatan yang sesuai maka kondisi fungsi paru pasien dapat kembali sama seperti orang non-asma. Namun pada beberapa pasien asma memiliki keterbatasan aliran aliran pernafasan yang bersifat menetap, yaitu ireversibel, artinya peradangan akan menyebabkan kerusakan sel yang menyebabkan fungsi paru menurun secara permanen.

5. Asma dengan obesitas
Semakin seseorang pasien asma memiliki berat badan yang berlebih maka menyebabkan main rentannya ia terhadap perburukan gejala asma. Hal ini kemungkinan disebabkan peningkatan peradangan dari eosinofil di saluran pernafasan. Cara mengatasi? HARUS diet :) 

Minggu, 22 Mei 2016

CARA PENGGUNAAN MDI (METERED-DOSE INHALER)

Pada saat ini jenis obat yang sering diresepkan yaitu Metered Dose-Inhaler (MDI). MDI merupakan inhaler tertua di pasar dan telah tersedia sejak awal 1950-an. Obat ini terkandung dalam aerosol bertekanan dan dicampur dengan propelan yang membantu untuk mendorong obat keluar dari inhaler dan ke mulut dan paru-paru. Setiap aktuasi perangkat melepaskan 'dosis terukur'. Perangkat yang paling umum adalah MDI hal ini mungkin karena umumnya lebih murah daripada perangkat lain, namun harus diakui bahwa itu juga MDI paling sulit untuk digunakan dengan benar.

Bagian-bagian dari alat MDI antara lain:

Penggunaan yang tepat akan memberikan hasil pengobatan yang maksimal, sebaliknya penggunaan alat MDI yang keliru justru akan membawa masalah baru dalam pengobatan seseorang.

Langkah-langkah cara penggunaan MDI dan tujuannya:
1.  Membuka dan lepaskan penutup MDI. Pada step ini apabila tidak dilakukan maka tidak dapat dipakai secara cepat karena dosis obat tidak dapat keluar dari mouthpiece MDI, membuka tutup inhaler bertujuan untuk membuka jalan obat melalui alat inhalasi. Mouthpiece merupakan area pengarah aliran droplet aerosol yang keluar dari atomizing nozzle menuju rongga mulut untuk pada akhirnya di alirkan ke paru-paru.

2.   Mengocok MDI secara perlahan beberapa kali. Pada step 2 ini pengocokan MDI  berfungsi untuk menghomogenkan formula suspensi dan menyeragamkan dosis karena  masalah utama yang sering kali terjadi pada pasien yang menggunakan MDI adalah tidak mengocok tabung atau canister  inhaler sebelum digunakan. Apabila banyaknya ukuran partikel tidak seragam maka akan dapat berakibat partikel besar akan menempel atau terdeposit pada bagian langit-langit mulut atau bagian dalam mulut yang kemungkinan terjadi resiko terjadinya efek samping yaitu candidiacis oropharyngeal.
3. Berdiri dan tegakkan kepala kemudian pegang MDI dengan posisi mouthpiece menghadap ke bawah (posisi canister terletak di atas). Hal ini disebabkan masalah dan kesalah umum yang terjadi yaitu posisi inhaler yang salah. Pentingnya step ini supaya dapat menerima dosis dengan tepat dan untuk menkondisikan posisi obat berada lebih tinggi dari jalan keluarnya obat. Apabila posisi canister terbalik maka yang akan terjadi yaitu dapat mengurangi efektifitas obat yang berkaitan dengan gaya gravitasi yang pada dasarnya gaya aerodinamika berpengaruh pada distribusi ukuran partikel optimum untuk sebagian besar aerosol inhalasi secara umum telah diakui sebagai berada di kisaran 1-5 µm.

4. Tarik dan hembuskan napas melalui mulut yang pada dasarnya masalah dan kesalahan umum yang terjadi ketidakmampuan pasien dalam mengkoordinasikan ekhalasi dan inhalasi. Step ini dilakukan bertujuan agar pasien dapat melakukan penarikan nafas secara dalam saat dosis obat dikeluarkan dan pada saat ekhalasi dapat mencapai yang langsung menuju paru-paru. Udara yang dikeluarkan setelah inhalasi adalah vital capacity (VC) sedangkan udara yang tersisa pada saat setelah ekslahasi yaitu volume recidual (VR). Pemanasan sebelum menggunakan MDI juga untuk memberikan kekuatan yang lebih pada saat menarik obat supaya terdeposisi pada paru-paru. Namun, apabila step ini tidak dilakukan maka obat tidak akan terdeposisi pada paru-paru secara optimal namun untuk step 4 ini melakukan penghembusan nafas tidaklah efektif dan juga dapat menyebabkan bronchospasme.

5.   Letakkan mouthpiece pada bagian antara gigi dan tutup bibir dengan rapat (kondisi mulut tertutup rapat). Step tersebut sangat berkaitan dengan golongan yang digunakan oleh pasien mengenai posisi peletakan mouthpiece dan posisi mulut. Usaha yang dilakukan pada step kelima adalah upayakan supaya aliran udara tidak terganggu dengan jalan lidah yang menutupi bagian mouthpiece MDI dan pada sediaan golongan antikolinergik sangat disarankan menutup rapat mulut karena dapat menyebabkan terjadinya glaucoma apabila tersempot di bagian dekat dengan mata. Sediaan MDI saat ini menggunakan formulasi CFC-free yang diganti dengan HFA propellants, yang memiliki kecepatan penghantaran obat ke paru-paru lebih rendah untuk itu pihak industry farmasi menyarankan penggunaan MDI dengan posisi mulut tertutup rapat.

6.    Tarik nafas dalam-dalam dan bersamaan perlahan-lahan menekan bagian atas metal canister untuk mengeluarkan dosis . Kurangnya koordinasi saat ekshalasi dengan inhalasi pada saat penyemprotan bahan obat dengan metered dose inhaler (MDI) sering kali menjadi kesalahan umum yang menyebabkan tidak optimalnya pengobatan melalui rute inhalasi. Pengobatan asma (salah satunya) melalui rute inhalasi dimana obat harus mencapai bronkiolus (paru-paru) dengan ukuran partiker 1-5 µm yang dapat terdeposit pada saluran pernafasan yang sangat kecil sehingga MDI dapat bekerja sangat efektif. Apabila pada step  ini tidak dilakukan secara bersamaan maka partikel obat yang aerodinamik berukuran 1-5 µm tidak akan masuk ke bronkiolus secara keseluruhan sehingga mengurangi efektifitas kerja obat karena partikel obat terdeposisi pada bagian mulut, orofaring ataupun alveolar.


7. Lanjutkan untuk bernapas perlahan-lahan selama 4-5 detik. Sediaan MDI mengandung propellants yang membantu proses jalannya distribusi obat terdeposisi pada paru-paru sebanyak 10-20% dengan sediaan aerosol. Proses penguapan propellant untuk mfemperkecil ukuran partikel sediaan aerosol bergantung pada jarak dan waktu dari obat yang dikeluarkan melalui inhaler menuju paru-paru, apabila terlalu cepat jarak yang dihasilkan terlalu singkat, menyebabkan ukuran sediaan masih cukup besar dan berada pada saluran pernafasan atas sehingga pengobatan menggunakan MDI tidak mencapai efektifitas yang optimal. Inhalasi secara perlahan ini dilakukan hingga mencapai total lung capacity (TLC) apabila bernafas terlalu cepat, obat dapat terbuang kembali ke faring dan mulut secara instan pada saluran pernafasan akan mengalami efek samping yang tidak diinginkan.

8.  Tahan napas selama 10 detik.  Masalah dan kesalahan umum yang sering terjadi pada step 8 adalah  gagal atau tidak mampu untuk menahan napas selama waktu yang diperlukan . Step 8 adalah tahan nafas selama 10 detik pada dasarnya step ini sangatlah penting sebab partikel obat harus terdeposisi secara maksimal dan optimal di paru-paru serta menahan nafas dapat memberikan waktu pengobatan menetap atau bertahan lama pada saluran pernafasan. Apabila pasien tidak dapat menahan nafas selama 10 detik. Menahan nafas selama waktu 10 detik merupakan waktu yang efektif untuk partikel obat terdeposisi pada paru-paru apabila pasien tidak dapat menahan nafas selama 10 detik maka diperbolehkan menahan kurang dari 10 detik (misal selama 5 detik atau 7 detik) selama pasien mampu melalukannya, waktu minimal untuk menahan nafas yaitu 4 detik. Pasien yang melalukan step ini bila menahan nafas lebih dari 10 detik tidak akan menimbulkan optimal yield value atau tidak menimbulkan efektifitas obat berlebih.

9.  Hembuskan nafas secara perlahan-lahan melalui mulut. Tujuan dari step 9 ini adalah memberikan waktu obat yang telah terdeposisi di paru-paru tidak terbuang secara instan. 

Kamis, 12 Mei 2016

Mengenai KAMPOENG ASMA


Asma merupakan salah satu dari masalah kesehatan mayor di dunia. Kondisi gejala asma yang tidak terkontrol dapat mengurangi kualitas hidup pasien, peningkatan biaya pengobatan, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi asma. Tujuan dalam terapi asma adalah mencapai kondisi klinis yang terkontrol agar pasien dapat hidup semaksimal mungkin dan tidak terbatas karena gejala asma, dengan didukung kerjasama yang baik antara pasien dengan tenaga kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang terlibat cukup signifikan adalah APOTEKER. 
Pelayanan kefarmasian pada penanganan asma diharapkan dapat menjadi strategi tepat untuk mencegah dan mengontrol morbiditas dan mortalitas pasien Optimasi pelayanan kefarmasian akan mempengaruhi biaya kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien, agar tidak hanya merupakan terapi yang aman dan efektif, namun juga dari segi efektivitas biaya terapi obat

Oleh karena itu dibutuhkan sarana informasi dan sharing dalam peningkatan informasi dan kemampuan untuk mengubah pola hidup pasien kearah yang lebih baik. Dalam hal ini, KAMPOENG ASMA lahir untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik pagi pasien dengan gangguan pernafasan pada umumnya, dan pasien asma pada khususnya.

Komunitas KAMPOENG ASMA lahir diawal tahun 2016, kata "KAMPOENG" di daerah Jawa familiar dengan istilah suatu kelompok di wilayah tertentu yang cenderung memiliki hubungan kekerabatan yang saling mengenal dan kekeluargaaan. Kata KAMPOENG ASMA berarti suatu komunitas yang tidak mengenal latar belakang, kondisi ekonomi, dan asal usul, yang sama-sama bertujuan meningkatkan kualitas hidup pribadi/keluarga/kerabat yang berisiko/telah memiliki gangguan pernafasan.

KAMPOENG ASMA berpusat di Surabaya, dan melayani kebutuhan informasi dari masyarakat di Indonesia.

Di awal kegiatannya, KAMPOENG ASMA melayani:
1. Menjawab semua pertanyaan untuk mendapatkan informasi seputar pengobatan pernafasan sebagai bagian dalam pelayanan kefarmasian. Pertanyaan dilayani secara cuma-cuma dan dapat dikirimkan melalui blog ini atau secara pribadi di email: kampoeng.asma@gmail.com

2. Melayani permintaan edukasi/penyuluhan seputar pengobatan asma. Seperti: penyuluhan pengobatan, ketrampilan cara penggunaan alat, dst.



Salam,
Amelia Lorensia
Apoteker 




Siapa Amelia Lorensia?
Penulis adalah seorang apoteker dan bekerja sebagai seorang dosen di salah satu Universitas swasta ternama di Surabaya, yang kini sedang menyelesaikan pendidikan S-3nya mengenai pengobatan asma. Penulis mendalami penelitian terkait gangguan pernafasan (terutama asma) sejak 7 tahun lalu, dan berharap dapat memberikan konstribusi dalam pengembangan pengobatan melalui pelayanan kefarmasian di bidang penyakit pernafasan.



Selasa, 15 Maret 2016

PENGGUNAAN NASAL SPRAY

CARA PENGGUNAAN NASAL SPRAY: GAMPANG-GAMPANG SUSAH...
Pernahkan anda mendapatkan terapi dengan betuk sediaan nasal spray (semprot hidung). Ya bagi yang pernah memiliki riwayat masalah di daerah hidung, seperti: bersin-bersin, hidung tersumbat, hidung gatal, dst pasti merasa sangat terganggu dengan permasalahan di hidung tersebut.
Nasal spray adalah salah satu bentuk sediaan untuk mengatasi gejala tersebut. Karena bersifat topikal dan tidak secara sistemik maka efek samping yang muncul bersifat lokal. Ini menjadi salah satu kelebihannya karena pasien tidak perlu terganggu dengan efek samping mengantuk yang sering melekat pada obat-obat untuk gejala pilek di pasaran.
Kali ini saya akan coba mengulas penggunaan semprot hidung, karena pasien yang mendapatkan jenis obat ini sering kali bingung bagaimana menggunakannya. 
Macam-macam obat dengan sediaan nasal spray:
AFRINâ spray
OTRIVINâ spray
VERAMYST® nasal spray
NASACORT ® HFA
NASODREN® nasal spray
NASACLEAR® nasal spray
ZOMIG® nasal spray

Tanpa ada conflict of interest, pertama-tama, marilah kita bahas salah satu dekongestan topikal yang ada di Indonesia, Afrin spray dengan kandungan oxymetazoline hydrochloride, merupakan salah satu obat dekongestan yang digunakan untuk mengatasi hidung tersumbat atau dikenal luas dengan istilah "hidung buntu" akibat peradangan di daerah hidung yang sering menyertai gejala pilek (dapat diakibatkan alergi atau virus).

Bentuk sediaan spray ini cukup sederhana. Prinsip kerjanya adalah dengan tekanan pada badan botol maka akan obat di dalam botol akan tertekan dan tersembur keluar. 


Namun kekurangannya adalah daya sembur obat yang terbatas dan tidak menyebar, sehingga perlu melakukan teknik "menunduk" agar obat dapat mengenai semua mukosa hidung. Langkah-langkah cara penggunaannya adalah:


teknik "menunduk" dijelaskan pada poin nomor 7 dengan gambaran sebagai berikut:
Tujuan menunduk adalah dengan agar obat dapat mengalir ke arah bawah (kepala bagian atas) sehingga mengenai mukosa di hidung secara meluas. Apa yang terjadi kalau tidak menunduk? Obat tidak akan terdistribusi secara luas sehingga pasien masih mengeluhkan gejala hidung tersumbat karena ada bagian-bagian permukaan mukosa di hidung yang belum terkena obat.

Namun tidak semua nasal spray harus menggunakan teknik "menunduk" lo....
Bentuk sediaan nasal spay yang lebih baru, memiliki daya semburan yang lebih luas, seperti pada bentuk sediaan Nasonex spray (mometason). Obat ini mengandung kortikosteroid yang memiliki aksi anti-radang yang kuat. Biasanya digunakan bagi pasien yang memiliki alergi rinitis berupa pilek-pilek karena alergi. Penggunaannya biasanya relatif lebih lama dan pada jenis alergi outdoor (cth: serbuk sari, spora jamur, dll), biasanya akan menggunakan terapi ini dalam jang awaktu lebih lama bahkan terkadang disarankan untuk digunakan sebelum terpapar alergen.


Kalau diperhatikan mulut bagian semprotnya terlihat berbeda dengan yang kita bahas sebelumnya.Prinsip penggunaannya hampir sama dengan sediaan sebelumnya, hanya justru tidak perlu teknik "menunduk".

Bentuk sediaan kortikosteroid yang lain seperti Veramyst, seperti pada gambar di bawah ini:
Sebelum digunakan, kita perlu memeriksa terlebih dahulu apakah semprotan berjalan dengan baik.



Kemudian alat sudah siap untuk digunakan..:)


Hati-hati...bahwa nasal sray berbeda dengan inhaler yang digunakannya melalui mulut..jadi jangan sampai disemprotkan ke dalam mulut, apalagi terkena mata ...:(

semprotan hidung lebih disukai untuk orang dewasa dan anak di atas 6 tahun karena tetesan kecil di kabut semprotan mencapai area permukaan besar. Tetes lebih mudah ditelan, yang meningkatkan kemungkinan efek sistemik.

Pilih nasal spray (semprot hidung) atau nasal drop (tetes hidung)?

Untuk anak di bawah 6 tahun, tetes lebih disukai karena pada anak-anak lubang hidung tidak cukup lebar untuk memungkinkan penggunaan yang efektif dari semprotan. Namun pada anak-anak usia <2 tahun sebaiknya perlu berkonsultasi dengan dokter.

Dipake berapa lama nie?
Pada nasal spray dengan aksi dekongestan seperti: oxymetazoline, silometazolin, maka penggunaan maksimal selama 7 hari (satu minggu). Penggunaan >7 hari dapat menyebabkan pembuluh darah hidung menyusut, yang mengakibatkan membuka blokir hidung yang mengakibatkan gejala hidung buntu makin diperparah. Selain itu, pembuluh darah menjadi lebih tahan dan butuh dosis yang makin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama dengan sebelumnya.


Rabu, 10 Februari 2016

AMINOFILIN BUAT OBAT ASMA, AMAN NDA SIH??

Asma adalah salah satu 10 besar penyakit di Indonesia. Asma sering diketahui dari gejala yang lazim terjadi berupa mengi, sesak napas, rasa tertekan di dada, dan batuk (terutama pada pagi dan malam hari). Bagi seseorang dengan asma, mungkin akan familiar dengan obat asma yang bernama aminofilin (aminophylline). Obat ini merupakan prodrug dari teofilin (aminofilin di dalam tubuh diubah menjadi teofilin), yang masih sering digunakan sebagai obat asma yang dapat dibeli di apotek, toko obat, atau swalayan/supermarket.
Namun tau kah anda bahwa penggunaan aminofilin ini sendiri di luar negeri sudah jarang digunakan. Menurut pedoman dari Global Initiative for Asthma (2015), golongan metilsantin  (salah satunya adalah aminofilin) digunakan sebagai terapi tambahan dalam manajemen asma apabila efektifitas terapi belum optimal, namun perannya dalam menejemen serangan asma masih kontroversional. Di luar negeri, penggunaan aminofilin telah jarang digunakan karena efek samping yang ditimbulkan cukup sering dan bahkan dapat menyebabkan dampak yang cukup serius.

Bagaimana dengan di Indonesia??
Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia ini, menunjukkan bahwa aminofilin masih sering digunakan di rumah sakit dalam pengobatan serangan asma, dan juga menunjukkan aminofilin terbukti aman meskipun ada satu insiden yang menjadi ADR diduga direkam selama pengamatan pada salah satu penelitian. Tapi itu masih perlu diamati dalam desain mengamati kemungkinan terjadinya ADR sehingga data dapat diperoleh dari tes laboratorium dan pada wawancara dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Kenapa beda? ada kemungkinan faktor genetik ikut mempengaruhi efek suatu obat pada tubuh seseorang. Oleh karena itu masih butuh penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana keamanan dari obat aminofilin untuk Indonesia.
.

PUSTAKA:


Lorensia A, Canggih B, Wijaya RI. Analisa Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya”. Jurnal Farmasi Indonesia 2013. 6(3):142-150. (http://www.ikatanapotekerindonesia.net/jfi/JFI%206.3%20iregway.pdf)


Lorensia A, Wahjuningsih E, Supriadi, Keamanan Penggunaan Aminofilin pada Asma di Rumah Sakit Delta Surya Sidoarjo. Indonesia journal of Clinical Pharmacy (IJCP), 2012.1(4):154-161. (http://ijcp.or.id/archives/2012/1/4/IJCP-120113)

Lorensia A, Amalia RA. 2015. Studi Farmakovigilans Pengobatan Asma pada Pasien Rawat Inap di suatu Rumah Sakit di Bojonegoro, Jurnal Ilmiah Manuntung (JIM) Sains Farmasi dan Kesehatan, 2015, 1(1):8-18. (http://akfarsam.ac.id/jurnal-ilmiah-manuntung-vol-1-no-1/)

Kamis, 04 Februari 2016

FAKTA FLU TIDAK HARUS DISERTAI PILEK

FAKTA FLU TIDAK HARUS DISERTAI PILEK



Ternyata FLU tidaklah sama dengan "PILEK" loo....

Istilah awam "flu" yang sering kita dengar untuk menyebut gejala pilek, hidung "meler" ternyata kurang tepat.


"aduh, gue lagi flu nieh, hidung rasanya buntu dan meler terus.."


FLU disebabkan influenza tipe A, B atau C (yang paling parah adalah tipe A). Sedangkan PILEK merupakan kumpulan gejala di daerah hidung terkait mukus berlebihan yang keluar (hipersekresi mukus) dan terasa tersumbat, serta kadang sering disertai gatal dan kemerahan.




Infeksi virus yang menyebabkan terjadinya FLU tidak selalu disertai dengan gejala gangguan pada hidung berupa PILEK. Infeksi virus lainnya,seperti rhinovirus, dapat menyebabkan terjadinya COLD


Cold berbeda dengan flu. Pada gejala cold justru biasanya hanya mempengaruhi hidung dan tenggorokan, sedangkan flu cenderung membuat nyeri di seluruh tubuh. COLD dan FLU dapat dialami oleh semua umur, dan keduanya bukan merupakan alergi, namun karena infeksi virus. Umumnya gejala muncul setelah 2-3 hari setelah terinfeksi, dan dapat terjadi selama 2-14 hari, namun jika gejala belum hilang hingga >2 minggu kemungkinan merupakan alergi. 







Lalu apa beda COLD dan FLU?


  • GEJALA PADA HIDUNG. Selain gejala cold lebih umum terjadi pada hidung, seperti hidung berair, pilek, tersumbat, gatal, dan kadang disertai batuk atau radang tenggorokan (faringitis). Dimana gejala tersebut tidak selalu ada pada flu.
  • BATUK. Cold sering disertai dengan batuk berdahak karena juga terkait dengan gangguan di hidung yang menyebabkan post nasal drip dan radang di saluran pernafasan. Sedangkan pada flu, batuk yang sering menyertai adalah tipe batuk kering.
  • DEMAM. Demam lebih sering terjadi pada flu, dan suhu demam lebih tinggi dibandingkan dengan cold.
  • NYERI PADA SELURUH TUBUH. Nyeri di tubuh sering terjadi pada flu, sedangan jarang terjadi pada cold.

Bagaimana penanganannya?

Obat-obatan yang digunakan lebih ditekankan untuk mengatasi gejala saja, karena cold dan flu bersifat self-limiting (dapat sembuh dengan sendirinya tanpa membutuhkan obat). 

Sederhananya:
Klo pilek --> kasih obat pilek (antihistamin ,dekongestan)
Klo batuk --> kasih obat batuk (antitusif, ekspektoran, mukolitik)
Klo demam --> kasih obat demam (antipiretik, cth: parasetamol)

sedangkan untuk infeksi virusnya tidak membutuhkan obat atau antibiotik. Dengan sistem imun tubuh yang baik maka flu/cold dapat teratasi.

Apa butuh ke dokter?
Yup, terkadang kondisi yang cukup parah atau karena ada faktor lain maka terapi mandiri belum cukup, sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut.Rujuk ke dokter diperlukan bila muncul gejala-gejala seperti:
  1. Jika sudah mendapatkan pengobatan selama 10-14 hari dan belum menunjukkan perbaikan.
  2. Nyeri pada telinga yang tidak mereda dengan obat antinyeri --> dikuatirkan terjadi infeksi pada telinga bagian tengah, disebut otitis media.
  3. Nyeri pada wajah, terutama di bagian tulang wajah di samping hidung --> dikuatirkan terjadi infeksi bakteri pada rongga sinus yang menyebabkan terjadinya sinusitis.
  4. Anak-anak yang sangat kecil
  5. Lansia yang sangat tua
  6. Memiliki riwayat penyakit jantung, paru-paru, dan gangguan sistem imun tubuh
  7. Demam yang tidak turun
  8. Disertai delirium
  9. Nyeri dada

Pustaka:
Blenkinsopp, A., Paxton, P., Blenkinsopp, J. (2009) Symptoms in The Pharmacy – A Guide to the Management of Common Illness. 6th ed, Oxford : Blackwell Publishing Ltd.
*